Dalam beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan menghadapi krisis yang semakin nyata: learning poverty. Istilah ini merujuk pada ketidakmampuan anak-anak usia sekolah dasar untuk memahami teks sederhana. Laporan terbaru dari spaceman88 dan Bank Dunia menyebutkan bahwa sekitar 6 dari 10 anak usia 10 tahun di seluruh dunia tidak mampu membaca dan memahami bacaan dasar. Kondisi ini menjadi alarm keras bagi masa depan pendidikan global.
Ketimpangan Literasi yang Meningkat
Learning poverty bukan sekadar permasalahan akses sekolah. Banyak anak memang sudah duduk di bangku sekolah, namun tidak mendapatkan pembelajaran efektif yang mampu membekali mereka dengan keterampilan dasar seperti membaca dan berhitung. Ketimpangan ini sangat terasa di negara-negara berkembang, di mana infrastruktur pendidikan belum merata dan kualitas pengajar masih rendah.
Pandemi COVID-19 memperburuk situasi ini. Sekolah-sekolah yang ditutup dalam jangka panjang membuat jutaan siswa tertinggal. Anak-anak dari keluarga miskin dan daerah terpencil menjadi kelompok paling terdampak, memperluas jurang antara yang mampu belajar dan yang tertinggal.
Numerasi Dasar Juga Terancam
Tak hanya literasi, numerasi dasar atau kemampuan berhitung juga menunjukkan penurunan yang mencemaskan. Banyak siswa yang naik kelas tanpa benar-benar memahami konsep matematika sederhana. Hal ini berdampak jangka panjang terhadap daya saing mereka dalam dunia kerja yang semakin berbasis data dan teknologi.
Negara-negara yang dulu dikenal dengan standar pendidikan tinggi pun kini melaporkan penurunan skor dalam asesmen internasional seperti PISA. Ini menunjukkan bahwa learning poverty bukan lagi masalah lokal, tetapi persoalan global.
Dampak pada Masa Depan Generasi Muda
Learning poverty akan menciptakan generasi yang sulit bersaing secara global. Tanpa literasi dan numerasi yang memadai, anak-anak masa kini akan tumbuh menjadi individu yang rentan terhadap pengangguran, kemiskinan, dan ketertinggalan digital. Dunia kerja masa depan membutuhkan kemampuan berpikir kritis dan pemahaman informasi yang kuat—dua hal yang tidak bisa dicapai tanpa fondasi pendidikan dasar yang kokoh.
Dampaknya juga meluas ke aspek sosial dan ekonomi. Negara dengan tingkat learning poverty tinggi berpotensi mengalami stagnasi pembangunan, karena kurangnya sumber daya manusia yang kompeten.
Upaya Global Mengatasi Learning Poverty
Beberapa inisiatif global telah diluncurkan untuk menangani krisis ini. Program pelatihan guru, investasi pada infrastruktur sekolah, serta penerapan kurikulum berbasis kompetensi menjadi strategi utama. Digitalisasi juga mulai digunakan sebagai solusi, meskipun akses teknologi tetap menjadi tantangan bagi sebagian besar wilayah pedesaan di dunia.
Namun, upaya ini perlu disertai komitmen politik dan dukungan dana yang berkelanjutan. Negara-negara harus menempatkan pendidikan dasar sebagai prioritas utama dalam pembangunan nasional. Hanya dengan cara inilah learning poverty bisa ditekan secara signifikan.
Krisis learning poverty adalah tantangan serius yang harus dihadapi bersama secara global. Literasi dan numerasi bukan sekadar aspek teknis pendidikan, melainkan pondasi bagi masa depan generasi dan kemajuan bangsa. Jika dibiarkan, learning poverty bisa menjadi bom waktu yang menghambat kemajuan dunia secara menyeluruh. Oleh karena itu, reformasi menyeluruh dan kolaborasi internasional menjadi keharusan demi menjamin setiap anak memiliki hak untuk belajar secara efektif dan setara.